[Kamis, 19 Januai 2017] - Jam kerja udah lewat. Gak ada hal spesial yang aku alami dari pagi sampai sore hari ini. Bahkan nih, kejadian tadi pagi terbilang horor banget. Aku harus menyaksikan langsung seseorang yang kukenal baik "disidang" mendadak atas kelakuan buruknya. Serem. Tapi ini buat jadi pelajaranku juga supaya jangan pernah jadi seperti dia.
Tepat pukul 6 sore, aku pamitan keluar kantor. Dalam pikiran, terbayang-bayang ingin datang ke suatu tempat. Tapi dilema gitu. Jaraknya gak terlalu jauh sih dari kantor. Cuma, macetnya jalur pusat Jakarta ini yang gak bisa bertoleransi. Order ojek online juga ternyata harganya melambung tinggi.
Keluar gedung kantor, jalan menuju ke arah Stasiun Sudirman. Pas liat jam, Magrib masih sekitar 15 menit lagi. Pikiran masih terfokus sama tempat itu. Ke sana gak, ya? Akhirnya coba cek harga ojek online lagi, dan, ya... harganya udah bersahabat! Tanpa ragu lagi, aku langsung order.
SiAyang Abang Kang Ojek pesananku ternyata posisinya gak terlalu jauh. Tanpa harus menunggu lama, aku sudah bisa on the way. Meskipun harus melewati beberapa titik yang macet, alhamdulillah, dalam 27 menit aku sampai di lokasi.
Si
Kamu gak perlu taulah tempat apa yang aku tuju, ah.. Yang pasti, tempat ini membawa kedamaian dalam diriku, bahkan mungkin semua orang yang berada di sini. Persinggahan yang sebenarnya membuat betah dan tidak ingin membuatku kemana-mana lagi.
Aku dan diriku, menikmati setiap lorong sepi yang sunyi. Tidak seram. Memang agak gelap. Gak terlalu banyak orang, mungkin karena malam. Tapi memang inilah yang aku suka. Sunyi sepi, tanpa keramaian namun penuh kedamaian. Apalagi jika ada kamu di sini. Eh, iya... suatu hari, semoga kita bisa datang ke sini bersama. Tidak mesti berdua kalau memang belum sah. Tapi aku maunya kalau bisa pas malam hari aja, ya. Kau tau kan aku sukanya dengan malam? Hehhehe...
Menghabiskan waktu satu setengah jam di sini rupanya gak terasa. Waktu udah menunjuk pukul 8 malam. Aku harus segera pulang. Drama dilema gak tau arah jalan pulang pun dimulai. Huahaha.. Males naik ojek, akhirnya memutuskan untuk jalan ke Stasiun aja. Nah, aku gak tau nih stasiunnya di mana. Yang pasti sih memang ada stasiun dekat sini seingatku.
Dengan modal nekad, aku berjalan ke arah jalan seingatnya aja. Gak ada rasa takut. Alhamdulillah. Aku menikmati betul setiap langkah kaki yang aku pijakkan. Tapi.....hari mulai malam, dan ini malam jumat. Gak banyak orang berlalu-lalang. Hanya ada beberapa pedagang makanan. Pas mau nemu jalan buntu, aku dengar suara dan liat kereta lewat di atas. Hati senang. akhirnya KETEMU! Ternyata stasiunnya ada di ujung sana. :D
Jalan sendirian itu menyenangkan. Apalagi ketika angin malam meniup-niup helaian kain tudungku. Bikin terbang-terbangan gitu. Berjalan di bawah langit yang gelap dengan sinar lampu seadanya itu bukan masalah. Ya, meskipun kadang kejahatan malam suka jadi bayangan.
Untuk bisa sampai ke Stasiun, aku harus melewati jembatan penyebrangan orang yang terhubung juga dengan halte busway juga. Gak terlalu panjang sih jembatannya. Lumayan buat olahraga malam. Pas berada hampir di ujung jembatan, aku melihat seorang kakek tengah duduk berjongkok dengan gelaran beberapa tasbih di hadapannya. Iya, dia penjual tasbih dengan model kalung, gelang dan tasbih biasa.
Tatapan si kakek setengah kosong. Tubuhnya kurus dan sepertinya dia sedang kedinginan. Emang sih, angin yang bertiup malam ini lumayan kencang dan bikin dingin. Ucapan terima kasihnya terdengar sangat tulus ketika aku memberikan uang untuk "barter" dengan tasbihnya.
Oh, Kakek. Semoga selalu sehat, tasbihnya laku terjual dan berlimpah rezeki, ya! Aamiin...
Setelah sampai di Stasiun, aku baru tau kalau ini adalah Stasiun Juanda. So' kalau kamu ingin beli tasbih, bisa ke si Kakek ini aja. Dia ada di atas jembatan penyebrangan menuju stasiun Juanda. Muehehe
Gelang tasbih itu masih kupe. Aku menuruni anak tangga dan berjalan dengan santai menelusuri jalan ke arah mesin tiket atau vending machine commuterline. Semua biasa aja sampai akhirnya aku mendengar suara coin berjatuhan dari dalam kotak "uang kembalian".
Sempat melongo dan akhirnya jadi ketawa sendiri karena uang Rp. 20.000 untuk beli tiket kereta dikembalian Rp. 7.000 dengan uang koin semua.
"Ya, salam..." dengan suara kecil aku nyebut. Lalu si Mas-mas belakang aku ikut tertawa.
Emang dasar vending machine ini jahat!
Sempat melongo dan akhirnya jadi ketawa sendiri karena uang Rp. 20.000 untuk beli tiket kereta dikembalian Rp. 7.000 dengan uang koin semua.
"Ya, salam..." dengan suara kecil aku nyebut. Lalu si Mas-mas belakang aku ikut tertawa.
Emang dasar vending machine ini jahat!
Tapi selow. Aku benar-benar merasa santai dan rileks. Menelusuri lorong-lorong stasiun sambil mesem-mesem. Padahal, uang kembalian tiket commuterline tadi membuat stok uang koinku jadi bertambah banyak. Hemsssssss..........
Tiba di peron lantai 2 stasiun, aku kembali merasakan semilir angin yang menyapaku dengan penuh bahagia. Tak hanya angin aja, tapi pemandangan Tugu Monas dan Masjid Istiqlal yang terlihat dari sini menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Terlihat juga jembatan penyebrangan orang yang tadi aku lewati. Pun dengan si Kakek penjual Tasbih itu. Dia ada di sana.
Sepasang tasbih masih kugenggam. Bibir melengkung senyum saat kembali terbayang akan seseorang laki-laki yang hanya bisa kusentuh dengan doa. Ingat, ya. Aku masih menunggumu untuk tempat itu.
Udah..udah... Kamu yang lagi baca gak perlu tau dia siapa, ya. :p
Tiba di peron lantai 2 stasiun, aku kembali merasakan semilir angin yang menyapaku dengan penuh bahagia. Tak hanya angin aja, tapi pemandangan Tugu Monas dan Masjid Istiqlal yang terlihat dari sini menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Terlihat juga jembatan penyebrangan orang yang tadi aku lewati. Pun dengan si Kakek penjual Tasbih itu. Dia ada di sana.
Sepasang tasbih masih kugenggam. Bibir melengkung senyum saat kembali terbayang akan seseorang laki-laki yang hanya bisa kusentuh dengan doa. Ingat, ya. Aku masih menunggumu untuk tempat itu.
Udah..udah... Kamu yang lagi baca gak perlu tau dia siapa, ya. :p
Berjalan tanpa beban. Ya, seperti itulah perjalananku malam ini.
Aku memang terlihat sendiri di sini. Menelusuri setiap jalan yang sebenarnya tidak kutahui.
Tapi dalam setiap langkah, aku tidak pernah merasa sendiri.
Tapi dalam setiap langkah, aku tidak pernah merasa sendiri.
Semangaaat menjalani hidup dengan bahagiaa mbak ya :D
ReplyDeletesejenak merenung, introspeksi diri atau mengabdikan diri untuk berbagi membuaat beban hidup serasa terangkat perlahan lalu hilang :D hehehe thanks for sharing mbak yaaa. . salam kenaaal :)
HUahah, iya, Mbak.. Moment ini pas bisa bikin rileks jiwa dan raga :D
Deletesemangat aja jalani hidup , buat hidup kita jadi bermakna mbak .... sumpah mantep artikelnya
ReplyDeleteTerima kasih, Kak :)
DeleteUdah lama gue nggak jalan-jalan sendirian begini. Kangen juga jalan-jalan sambil motret random.
ReplyDeleteCiyeeh. Tulisannya mengajak untuk berbuat kebaikan. Kalo gue, sih, udah berlangganan sama nenek penjual es krim deket rumah. Nanti bolehlah kalau lewat jembatan penyeberangan Juanda itu. :))
Itu kebetulan aja berbuat kebaikannya, Yog. Hahaha...
DeleteAyo, jalan-jalan sendiri ke tempat yang bisa bikin tenang :D
Wow jalan2 malem. Terkadang saya pun melakukan hal tanpa tujuan, dan memang bisa melepas kepenatan juga :)
ReplyDeleteIya, Mbak.. Asal jalannya juga jangan terlalu jauh, ya. Heheh
DeleteKamu nggak takut jalan sendirian malam-malam, aku aja suka parno kalau jalan sendirian di malam hari, takut begal atau preman nakal.
ReplyDeleteAlhamdulillah, masih berani, Ka Rin. Hahaha..
DeleteTapi ya ada rasa takut juga kok.