Hari ini [2 Febuari 2017] jam 16:30 di salah satu Rumah Sakit di Jakarta.
Sambil menyantap roti cane yang dibeli untuk "mengganjal perut", saya bercerita kepada Kakak yang duduk dihadapan saya yang sedang menyantap mie ayamnya tentang seorang Kakek yang saya barusan temui ketika sedang membeli makanan. Kami makan di depan lobby rumah sakit. Kebetulan ada sebuah mini bus yang disulap menjadi "warung makan".
"Kak, itu kakek-kakek kesian banget beli makan sendirian. Kayaknya sih masih sakit itu. Soalnya di tangannya pake gelang."
Iya, di rumah sakit ini, semua pasien rawat inap dilingkarkan gelang di tangannya. Entah sih, kayaknya untuk tanda pengenal. Karena di gelang itu tertulis nama pasien, tanggal lahir dan tanggal masuk RS.
Kami duduk tepat di sebrang mini bus tersebut. Saya masih bisa melihat dengan jelas kakek itu berdiri menunggu makanan pesanannya. Kadang mata saya tertuju pada smartphone, kadang memandang ke depan jalan. Belum selesai cerita tentang sang Kakek, kejadian yang amat menyedihkan itu terjadi.
Di bawah langit sore yang gelap dengan rintikan air gerimis Kakek itu terjatuh. Kepalanya terbentur dan ada luka kecil berdarah di keningnya. Sepertinya dia tidak kuat melangkah batu trotoar lalu jatuh tersandung saat hendak berjalan menuju lobby rumah sakit. Saya dan beberapa orang yang kaget melihat kejadian itu langsung berlari menghampirinya. Saya berteriak meminta pertolongan security. Saya bantu membangunkan tubuh dan kepalanya masih menempel dengan aspal jalan. Tubuhnya sangat lemas tak berdaya. Matanya terpejam. Nafasnya cepat. Ia benar-benar tak punya tenaga lagi. Bahkan ketika sudah duduk dalam kursi roda.
Yang paling menyedihkan lagi bagi saya, makanan yang dibelinya adalah mie ayam. Lalu terjatuh bersama rentan tubuhnya. Makanan itu tidak tumpah. Hanya saja beberapa bakso keluar dari mangkuk sterofom mie ayam itu. Saya tau betul, dia pasti lapar. Semangkuk mie ayam itu masih dalam pandangannya, bahkan saat ia terjatuh.
Saya membisik. Kakek mau makan? Dia jawab iya. Saya pesanin lagi, ya. Kekek mau apa? Nasi apa mie ayam? Dia minta mie ayam. Tapi Kek, Kakek ini sedang sakit. Kenapa malah makan mie ayam? Dan, kenapa Kakek sendieian? dimana keluargamu? Dimana istri, anak dan cucumu? Dimana.......? Batin saya mengeluh.
Security datang dan membawakannya kursi roda. Setelah ditanya beberapa pertanyaan, ternyata benar, Kakek itu sakit. Dia pasien rawat inap di kamar 8 sekian yang sedang menjalani perawatan. Saat ditanya dimana keluarganya, dia bilang tidak ada. Lalu kenapa Kakek bisa turun? Dia lapar. Selang infus yang terpasang di tangan dilepasnya. Kenapa gak minta bantu suster? Dia diam. Dia tau, ini salahnya.
Rasanya memang sangat aneh, seorang pasien Kakek yang jelas-jelas sangat rentan begini bisa turun 8 lantai dan membeli makan sendirian ke depan jalan lobby. Lalu dimana suster? Di mana security? Kita tidak bisa menyalahkannya. Mungkin saat si Kakek keluar pas ketika suster dan security sedang tidak di tempatnya.
Lalu di mana keluarganya? Ahh, entah. Saya menganggap ini tega keterlaluan. Membiarkan Kakek rentan yang sedang sakit sampai kelaparan. Bahkan sampai dia nekad melepas selang infusan dan turun 8 lantai untuk membeli makanan.
Tapi kita bisa langsung menyalahkan keluarganya. Mungkin bisa jadi keluarganya sedang membeli makan, lalu si Kakek gak sabaran dan nekad ke bawah. Tapi bisa jadi juga memang keluarganya tega membiarkan sang kakek sendirian di kamar inapnya. Iya benar, segala kemungkinan bisa terjadi.
Sedih. Rasanya emang sangat menyedihkan. Ngenes banget lah pokoknya. Jujur sih, saya pengen nangis melihat si Kakek tadi. Dia menggunakan kaos lengan pendek, celanan panjang, kaos kaki dan sandal jepit. Tubuhnya kurus dan terlihat sudah sangat rentan. Kulitnya hanya melapisi tulang belulang, bukan daging. Saya tidak pandai menebak usia, tapi mungkin usianya sekitar 80-an. Saya masih tidak habis pikir kenapa si Kakek bisa ke bawah dengan kondisi seperti ini. Nekad? Bangetlah pokoknya. Mungkin dia melawan sakit dan menganggap dia itu sehat.
Tapi kembali lagi, saya bertanya-tanya, di mana keluarganya? Apa tidak ada seorang pun yang menjaganya? Ayolah, gunakan hati dan naluri. Jangan pernah membiarkan seseorang yang sedang sakit sendirian. Pun saat di rumah atau di rumah sakit. Apalagi jika usianya sudah sangat rentan begini. Kalian tidak pernah tau apa yang akan terjadi padanya atau apa yang dibutuhkannya. Sesibuk apapun kita, cobalah untuk selalu setia menemaninya. Pun jika keadaan benar-benar memaksa harus meninggalkannya sendiri, titiplah pesan ke tetangga, suster, atau teman sekamar di rumah sakit untuk menjaga atau sekedar memerhatikannya.
Sejak dulu sampai sekarang, keluargaku selalu "memegang teguh" untuk menjaga yang sakit. Kami tidak pernah meninggalkan yang sakit sendirian. Pun saat di rumah sakit. Makanya, aku selalu mengeluh sedih ketika melihat ada orang yang sendirian saat sakit. Bukan aja kesulitan memenuhi kebutuhan, pasti rasanya kurang semangat juga kalau udah sakit, terus ditinggal sendirian.
Ini sih saya, yang selalu menginginkan untuk tidak meninggalkan orang sakit sendirian. Apalagi kalau sudah diusia rentan. Kalau kamu gimana?
Keren... yg lainnya dong di share di catfiz messenger juga, please.
ReplyDeleteHihihi, nnati coba di share ya, Kak. Hehhe
DeleteAku kok sedih, ya> :(
ReplyDeleteAku sedih banget malah :(
DeleteSemoga Kakek selalu diberi kesehatan. :'(
ReplyDeleteAamiin..
DeleteHanya itu yang bisa kita semogakan :(
Aku nggak tega. :'D
ReplyDeleteAku mau nangis rasanya :(
DeleteDUHH emang banyakbpasien yang ditinggal Nuy..
ReplyDeleteBerbahagialah kita yang keluarganya penuhbkasih sayang
IYa, Ka Ajen. Si Kakek ini pasti jadi salah satu dari sekian banyak pasien yang ditinggal gitu aja. Huhuh
Delete