Malam itu adalah tentang perahu-perahu kayu
Yang lalu-lalang menampakkan keindahan
Juga tentang angin malam yang berbisik mesra dalam dingin hembusannya
Malam itu adalah tentang perahu-perahu kayu. Ya, baru kali itu aku melihat banyak perahu berlalu-lalang dengan pernak-pernik hiasan lampu yang membuatnya sangat indah dilihat mata. Dalam kegelapan, ia menyala dengan berbagai warna. Maklum sih, memang baru kali itu juga aku datang ke pinggir laut saat malam minggu.
Lagi-lagi, ini adalah perjalanan "main" yang tidak direncanakan. Hari itu, setelah menonton sebuah film di bioskop, terucap sebuah tanya "Mau kemana lagi?" . Ya, karena kami sama-sama tidak punya agenda lain, akhirnya aku mencetuskan untuk main ke Monumen Pembebasan Irian Barat untuk sedekar bersantai sambil menikmati air mancur menari yang sedang hitz di sini.
Mendekati tempat yang kami tuju, rute perjalanan kami berubah setelah aku mengakui sebenarnya ingin sekali menikmati malam di Pantai kawasan Pantai. "Udah lama pengen, tapi belum kesampaian", ucapku di atas motor dalam perjalanan.
"Yaudah mumpung lagi sama gue, kita ke sana aja. Tapi gue megang duit pas-pasan. Gapapa, yak".
"Yaudah sih selow. Ngapain juga foya-foya. Paling cuma beli cemilan sama minum. Gue megang cash juga kok nih".
Detik itu juga, rute perjalanan kami berubah.
Dengan bermodalkan tanya-jawab dan sedikit pengetahuannya tentang jalanan Jakarta, akhirnya kami sampai ke tempat yang benar-benar ingin kami tuju, yaitu Taman Impian Jaya Ancol. Ya, meskipun bagi kebanyakan orang tempat ini terlalu "receh" untuk di datangi. Gak heran sih, karena tak bisa kupungkiri pantainya kurang bagus dan kadang membosankan juga.
Tapi mau gimana lagi, ya. Kalau menurutku, ini adalah satu-satunya pilihan kalau mau ke Pantai di Jakarta. Ada sih pulau seribu. Lebiih bagus, lebih indah dan lebih menjanjikan. Tapi kan akses ke sana agak sulit dan memakan waktu juga. Kecuali, punya banyak duit buat nyewa kapal sendiri. *uhuk.
Bagimana pun juga, kehadiran Taman Impian Jaya Ancol harus di syukuri deh. Masih bisa untuk menghibur diri dikala penat sudah memenuhi dada. Trus juga bermalam di sini aduhai sejuknya dengan tiupan angin laut yang merasuk. Ya, tiati masuk angin aja sih.
Malam itu, aku disuruhnya menikmati setiap detik yang berlalu di sini. "Puas-puasin deh. Kesampaian juga kan akhirnya bisa datang ke sini, malam-malam." Didukung juga dengan ketenangan suasana yang tidak terlalu ramai. Padahal, biasanya tempat ini menjadi sasaran empuk orang pacaran. Ada sih yang pacaran, tapi tidak sebanyak yang kubayangkan.
Di atas jembatan kayu, dekat restoran di pinggir pantai menjadi tempat kami menikmati hembusan angin laut sambil berbincang tentang kita. Iya, tentang aku yang malam itu sedikit haru karena merasakan bagaimana bahagianya dihibur dia setelah kepergianmu. Jadi, aku galau? hus......
Malam itu, aku disuruhnya menikmati setiap detik yang berlalu di sini. "Puas-puasin deh. Kesampaian juga kan akhirnya bisa datang ke sini, malam-malam." Didukung juga dengan ketenangan suasana yang tidak terlalu ramai. Padahal, biasanya tempat ini menjadi sasaran empuk orang pacaran. Ada sih yang pacaran, tapi tidak sebanyak yang kubayangkan.
Di atas jembatan kayu, dekat restoran di pinggir pantai menjadi tempat kami menikmati hembusan angin laut sambil berbincang tentang kita. Iya, tentang aku yang malam itu sedikit haru karena merasakan bagaimana bahagianya dihibur dia setelah kepergianmu. Jadi, aku galau? hus......
Diantara serunya obrolan kami, dia mengalihkan pandanganku pada sebuah perahu kayu yang tengah berlayar tak jauh dekat kami duduk. Perahu-perahu itu lalu-lalang dengan hiasan cahaya dalam gelapnya malam. "Cantik, ih. Mau foto".
Kedatangan perahu perahu kayu itu menjadi titik fokusku untuk mengabadikannya. Sesekali, aku mendapat gambar yang bagus. Kadang ngeblur, kadang tak berhasil aku abadikan karena memori penyimpanan yang penuh. Huh, sedih. Tapi aku ingat malam itu, perahu-perahu kayu adalah hiburan yang tak bisa aku lupakan.
Waktu tak bisa kutunda jalannya. Semakin lama kami di sini, waktu semakin malam. Beranjak dari jembatan kayu, kami pindah ke depan panggung di pinggir pantai sebelum memutuskan untuk pulang. Lagu-lagu yang ditawarkan boleh juga. Kami duduk beralaskan pasir sambil menikmati alunan musik itu. Aku yang sebenarnya tidak terlalu suka, malah terhanyut dalam rasa. "Baru pertama nih gue begini. Lumayan juga buat hiburan"
Beberapa lagu selesai dinyanyikan. Satu persatu personel band turun dari panggung, tanda hiburan musik itu telah selesai. Lalu giliran kami yang ikut-ikutan meninggalkan panggung, menuju parkiran. Pulang, udah malem.
Perjalanan pulang di atas motor, di tengah angin malam. Masih kebayang bagaimana Perahu-perahu kayu itu menghiburku. Duh, kok seneng banget, ya. Bagaimana perahu-perahu kayu itu memberikan cahaya dalam kegelapan laut malam. Juga alasan telah tercapainya cita-cita merasakan malam di pinggir Pantai. Receh sih emang, tapi beginilah kenyataannya.
Kedatangan perahu perahu kayu itu menjadi titik fokusku untuk mengabadikannya. Sesekali, aku mendapat gambar yang bagus. Kadang ngeblur, kadang tak berhasil aku abadikan karena memori penyimpanan yang penuh. Huh, sedih. Tapi aku ingat malam itu, perahu-perahu kayu adalah hiburan yang tak bisa aku lupakan.
Waktu tak bisa kutunda jalannya. Semakin lama kami di sini, waktu semakin malam. Beranjak dari jembatan kayu, kami pindah ke depan panggung di pinggir pantai sebelum memutuskan untuk pulang. Lagu-lagu yang ditawarkan boleh juga. Kami duduk beralaskan pasir sambil menikmati alunan musik itu. Aku yang sebenarnya tidak terlalu suka, malah terhanyut dalam rasa. "Baru pertama nih gue begini. Lumayan juga buat hiburan"
Beberapa lagu selesai dinyanyikan. Satu persatu personel band turun dari panggung, tanda hiburan musik itu telah selesai. Lalu giliran kami yang ikut-ikutan meninggalkan panggung, menuju parkiran. Pulang, udah malem.
Perjalanan pulang di atas motor, di tengah angin malam. Masih kebayang bagaimana Perahu-perahu kayu itu menghiburku. Duh, kok seneng banget, ya. Bagaimana perahu-perahu kayu itu memberikan cahaya dalam kegelapan laut malam. Juga alasan telah tercapainya cita-cita merasakan malam di pinggir Pantai. Receh sih emang, tapi beginilah kenyataannya.
Bahagia malam itu sungguh sederhana. Ditemani seseorang yang kadang masih kubingung siapa dirinya. Memang, lelaki ini kerap kali bikin baper. Tapi selalu yakini bahwa hadirnya dia di dalam hidupku hanya sebagai teman yang selalu sukses menghiburku dalam kegaduhan hati. Gak mau mikir yang lebih jauh lagi. wkwkwk
Emang beberapa orang nyamannya pas jadi teman aja, Nuy. Enggak lebih. Hehe.
ReplyDeleteWkwkwwk, bener banget tuh Kak Fir. Kalau jadi yang lebih,pasti ada aja yang gak bikin nyamannya
Delete