Pernah merasa berada dalam keadaan yang paling buruk?
Pernah merasa nyaris tidak ada hal yang bisa dilakukan lagi?
Pernah merasa terlalu sendirian dan berniat "meminta-minta"?
Jika kalian merasa itu pernah, sama! Aku pernah merasakannya, dan baru saja melewatinya. Alhamdulillah.
Akhir 2018 yang lalu, aku menata hidupku serapi mungkin. Berharap tidak ada masalah yang bisa menghampiriku di tahun yang baru. Banyak hal yang aku lakukan demi itu. Ya, meskipun aku sadar bahwa beberapa cara seharusnya tidak aku lakukan. Tapi yaudah, udah terlanjur. Jadikan pelajaran aja. Tidak boleh diulangi besokannya.
Awal Tahun 2019. Aku kira semuanya sudah tertata dengan rapi sesuai planningku akhir tahun lalu. Tapi ternyata tidak, ada hal diluar dugaan dan ada beberapa yang meleset dari rencana awal. Endingnya? Aku harus mengambil tindakan lain, yang ternyata malah berujung menjerumuskan aku.
Aku yakin, siapapun tidak ingin dan tidak akan mau berada diposisi ini. Apalagi aku, yang sebelumnya sudah merencanakan agar semuanya baik-baik saja. Tapi ya mau gimana lagi. Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali ikhlas dan menerima.
Bulan Pertama, aku mencoba tenang dan menenangkan diri. semua akan baik-baik saja, meskipun tidak bisa dipungkiri aku mulai stress memikirkan bagaimana kedepannya. Tapi di sisi lain, aku percaya bahwa pertolonganNya akan datang tepat ketika aku benar-benar membutuhkannya.
Bulan Kedua, ternyata kondisi semakin tidak kondusif dan pertahananku pun mulai goyah. Ditambah lagi permasalahan, kewajiban dan tanggung jawab yang semakin menuntut. Ya, aku tidak bisa dalam kondisi yang seperti ini, apalagi jika terus-menurus.
Bulan Ketiga, ada harapan yang kuyakini bisa membuat keadaan menjadi sedikit membaik. Tapi meleset lagi. Kenyataan tidak sesuai dengan yang aku harapkan,hingga akhirnya aku benar-benar berada di ujung jalan.
Kepercayaan dan Harapan Pertolongan
Yang aku alami sekarang adalah apa yang aku simpan sendirian. Dalam hal ini, aku benar-benar tidak mempercayai siapapun tau bagaimana kondisiku sekarang. Meskipun kadang aku berpikir bahwa mungkin, bila aku bercerita kepada seseorang, itu bisa mengurangi bebanku, meskipun dia tidak bisa membantu menyelesaikannya.
Tapi sialnya, bayang-bayang prasangka buruk itu terus menghantuiku.
Jika aku bercerita, aku dia benar-benar mendengarkannya? Apa dia benar-benar memahaminya? Apa benar dia bisa menjaganya? Atau malah bisa jadi masalah baruku? Menceritakan masalahku kepada orang lain? Tidak menolongku tapi malah menyudutkan aku? AH, tidak tidak. Lebih baik kusimpan saja sendiri. Bagaimanapun, bagiku ini adalah aib atas kesalahanku sendiri.
Diantara perdebatan hati, aku memutuskan untuk menyimpannya lagi. Tidak bisa mempercayakan siapapun untuk meminta pertolongan orang. Aku harus berusaha sendiri, semaksimal mungkin dengan doa dan usahaku kepadaNya.
Ingin Jadi Peminta-minta
Waktu yang aku ulur-ulur telah sampai pada ujungnya. Ya, tidak ada waktu untuk menunggu lagi. Secepatnya, aku harus mengambil tindakan untuk menyelesaikannya. Aku juga sudah lelah dengan apa-apa yang terus saja menuntutku untuk segera bertindak.
Mulai terpikir Ingin mendatangi siapapun. Bercerita, lalu meminta pertolongannya. Bukankah manusia itu memang harus saling tolong menolong? Apa iya tidak mau ada yang membantu? Atau sekedar memberitahu bagaimana caranya keluar dari masalah ini? Pasti ada, pikirku.
Mendatangi seseorang, meminta pertolongan. Ya, kali ini aku memantapkan hati untuk meminta bantuan. Terbayang beberapa orang yang ingin kudatangi. Akan kuceritakan bagaimana kejadiannya. Kuharap dia luluh, dan bersedia membantuku. Ya, barangkali bisa bantu sedikit, atau bahkan bisa mengeluarkan aku dari masalah ini. Kuyakini (insha allah) mereka adalah orang baik yang bisa kupercaya.
Tapi ternyata tidak semudah itu membangun kepercayaan pada seseorang. Kembali kudibayangkan pada prasanga buruk itu. Apa yang mungkin nanti dia pikirkan tentangku? Wanita malang yang tak becus mengurus hidupnya? Apa dia bisa menjaga rahasianya? Apa iya aku bisa bercerita tanpa ada penyesalan dikemudian hari? Ahiya. Sulitnya memahami diri ini. Gampang sekali menyesali.
Hari itu, aku merenung. Ntah kenapa sulit sekali rasanya bercerita tentang masalah ini. Berusaha sendiripun rasanya sudah tidak ada waktu lagi. Aku ingin ada yang membantu, tapi tak perlu kubercerita apa yang sedang aku alami sekarang. Ntalah. Bercerita tentang masalah seperti sama saja mengumbar aib sendiri. Terlebih, penyebabnya memang kesalahanku sendiri.
Hari itu. aku merenung. Kembali kupikirkan bagaimana caranya keluar dari kondisi ini. Berbagai jalan ada dalam pikiran. Tapi nyaris tidak ada jalan yang benar benar tepat. Aku tidak mau terbebas dari satu masalah, tapi malah terjebak dalam masalah lainnya.
Mendapat Pertolongan Tanpa Harus "Mengemis"
Masalahku berat. Nyaris mustahil ada seseorang yang bisa menolong tanpa "syarat". Sampai pada ujung lamunan itu, ada sebuah jalan yang aku pikir bisa menjadi pilihan. Ya, meskipun tidak benar-benar tepat, tapi kuyakini bisa memperbaiki keadaan. Dengan segala ketenangan pula aku meyakini bahwa ini adalah jalan terbaik. Tidak dengan tergesa-gesa, juga dengan pemikiran yang matang.
Hari itu, dengan melembutkan nada suara, aku berucap sebuah permohonan tanpa merendahkan diriku. Tanpa kata-kata yang kurangkai sempurna. Tanpa cerita-cerita yang memang tidak ingin aku bicarakan. Tapi tidak pula aku berucap dusta, ya.
Hari itu, Allah menyelamatkan aku lewat seseorang yang luar biasa. Tanpa syarat. Tanpa perlu kuceritakan banyak hal padanya.
Setelah hari itu, semua kembali baik. Alhamdulillah.
Yang menyesakkan dada perlahan mulai sirna. Aku bisa bernafas dengan lega. Ya, meskipun ada konsekuensi juga yang harus aku hadapi lagi. Tapi tidak apa. Ini hanya masalah kecil yang seharusnya tidak perlu aku resahkan.
Aku kembali merenung. Alhamdulillah, nikmat ini yang benar-benar aku nanti. Tanpa merendahkan diri, aku bisa keluar dari masalah ini. Akan kuingat dan kujadikan pelajaran pula yang telah terjadi kemarin. Tentang aku yang harus lebih baik dalam menjalani hidup ini. Tentang aku yang harusnya tidak gampang menyerah untuk menyelesaikan masalah. Apalagi sampai Nyaris pula "mengumbar aib sendiri". Ya, alhamdulillah itu belum terjadi.
Dari sini aku berjanji akan menjadi lebih baik lagi. Jangan sampai terjebak, apalagi sampai terjerumus dalam masalah semacam ini. Benar-benar memalukan sih.
Dari sini pula aku mengerti,untuk keluar dari suatu masalah, kita harus menenangkn diri pula. Jangan sampai mengambil tindakan yang akan membuat penyesalan. Tenang-tenang-tenang. Ya, kebanyakan manusia memang susah sih menenangkan dirinya sendiri. Tapi berusahalah mengambil keputusan dalam ketenangan. Bukan dengan emosi dan ego yang malah membuat kita lupa diri.
Dari sini juga aku memahami bahwa dalam meminta pertolongan, kita harus berpikir jernih. Jangan sampai seperti "peminta-minta" yang berharap dikasihani. Ingat, jangan merendahkan diri. Tetaplah pada derajat asalmu. Jangan sampai berucap salah dan malah mengumbar air sendiri. Kecuali dengan orang yang benar-benar kau percaya bisa menjaga aibmu itu.
Cukuplah merendah dan menjadi peminta-minta kepada Yang Maha Kuasa. Karena sesungguhnya kita bisa mendapat sebuah pertolong itu tanpa menjadi peminta-minta yang mengemis pada manusia, dan tanpa harus pula mengumbar aib sendiri. Cukup dengan mengucapkan sedikit masalah yang sedang kau hadapi, bukan dengan membuka semua aib itu. Tapi bukan berarti harus berbohong juga, yak! Percayalah, Allah akan mengirim bantuan dari manapun.
Duh, iya. Mon maap nih jadi curhat. Tapi semoga bisa diambil hikmahnya.
Dan Semoga Allah selalu melindungi kita dari berbagai masalah!
Aamiin.....................
Kepercayaan dan Harapan Pertolongan
Yang aku alami sekarang adalah apa yang aku simpan sendirian. Dalam hal ini, aku benar-benar tidak mempercayai siapapun tau bagaimana kondisiku sekarang. Meskipun kadang aku berpikir bahwa mungkin, bila aku bercerita kepada seseorang, itu bisa mengurangi bebanku, meskipun dia tidak bisa membantu menyelesaikannya.
Tapi sialnya, bayang-bayang prasangka buruk itu terus menghantuiku.
Jika aku bercerita, aku dia benar-benar mendengarkannya? Apa dia benar-benar memahaminya? Apa benar dia bisa menjaganya? Atau malah bisa jadi masalah baruku? Menceritakan masalahku kepada orang lain? Tidak menolongku tapi malah menyudutkan aku? AH, tidak tidak. Lebih baik kusimpan saja sendiri. Bagaimanapun, bagiku ini adalah aib atas kesalahanku sendiri.
Diantara perdebatan hati, aku memutuskan untuk menyimpannya lagi. Tidak bisa mempercayakan siapapun untuk meminta pertolongan orang. Aku harus berusaha sendiri, semaksimal mungkin dengan doa dan usahaku kepadaNya.
Ingin Jadi Peminta-minta
Waktu yang aku ulur-ulur telah sampai pada ujungnya. Ya, tidak ada waktu untuk menunggu lagi. Secepatnya, aku harus mengambil tindakan untuk menyelesaikannya. Aku juga sudah lelah dengan apa-apa yang terus saja menuntutku untuk segera bertindak.
Mulai terpikir Ingin mendatangi siapapun. Bercerita, lalu meminta pertolongannya. Bukankah manusia itu memang harus saling tolong menolong? Apa iya tidak mau ada yang membantu? Atau sekedar memberitahu bagaimana caranya keluar dari masalah ini? Pasti ada, pikirku.
Mendatangi seseorang, meminta pertolongan. Ya, kali ini aku memantapkan hati untuk meminta bantuan. Terbayang beberapa orang yang ingin kudatangi. Akan kuceritakan bagaimana kejadiannya. Kuharap dia luluh, dan bersedia membantuku. Ya, barangkali bisa bantu sedikit, atau bahkan bisa mengeluarkan aku dari masalah ini. Kuyakini (insha allah) mereka adalah orang baik yang bisa kupercaya.
Tapi ternyata tidak semudah itu membangun kepercayaan pada seseorang. Kembali kudibayangkan pada prasanga buruk itu. Apa yang mungkin nanti dia pikirkan tentangku? Wanita malang yang tak becus mengurus hidupnya? Apa dia bisa menjaga rahasianya? Apa iya aku bisa bercerita tanpa ada penyesalan dikemudian hari? Ahiya. Sulitnya memahami diri ini. Gampang sekali menyesali.
Hari itu, aku merenung. Ntah kenapa sulit sekali rasanya bercerita tentang masalah ini. Berusaha sendiripun rasanya sudah tidak ada waktu lagi. Aku ingin ada yang membantu, tapi tak perlu kubercerita apa yang sedang aku alami sekarang. Ntalah. Bercerita tentang masalah seperti sama saja mengumbar aib sendiri. Terlebih, penyebabnya memang kesalahanku sendiri.
Hari itu. aku merenung. Kembali kupikirkan bagaimana caranya keluar dari kondisi ini. Berbagai jalan ada dalam pikiran. Tapi nyaris tidak ada jalan yang benar benar tepat. Aku tidak mau terbebas dari satu masalah, tapi malah terjebak dalam masalah lainnya.
Mendapat Pertolongan Tanpa Harus "Mengemis"
Masalahku berat. Nyaris mustahil ada seseorang yang bisa menolong tanpa "syarat". Sampai pada ujung lamunan itu, ada sebuah jalan yang aku pikir bisa menjadi pilihan. Ya, meskipun tidak benar-benar tepat, tapi kuyakini bisa memperbaiki keadaan. Dengan segala ketenangan pula aku meyakini bahwa ini adalah jalan terbaik. Tidak dengan tergesa-gesa, juga dengan pemikiran yang matang.
Hari itu, dengan melembutkan nada suara, aku berucap sebuah permohonan tanpa merendahkan diriku. Tanpa kata-kata yang kurangkai sempurna. Tanpa cerita-cerita yang memang tidak ingin aku bicarakan. Tapi tidak pula aku berucap dusta, ya.
Hari itu, Allah menyelamatkan aku lewat seseorang yang luar biasa. Tanpa syarat. Tanpa perlu kuceritakan banyak hal padanya.
Setelah hari itu, semua kembali baik. Alhamdulillah.
Yang menyesakkan dada perlahan mulai sirna. Aku bisa bernafas dengan lega. Ya, meskipun ada konsekuensi juga yang harus aku hadapi lagi. Tapi tidak apa. Ini hanya masalah kecil yang seharusnya tidak perlu aku resahkan.
Aku kembali merenung. Alhamdulillah, nikmat ini yang benar-benar aku nanti. Tanpa merendahkan diri, aku bisa keluar dari masalah ini. Akan kuingat dan kujadikan pelajaran pula yang telah terjadi kemarin. Tentang aku yang harus lebih baik dalam menjalani hidup ini. Tentang aku yang harusnya tidak gampang menyerah untuk menyelesaikan masalah. Apalagi sampai Nyaris pula "mengumbar aib sendiri". Ya, alhamdulillah itu belum terjadi.
Dari sini aku berjanji akan menjadi lebih baik lagi. Jangan sampai terjebak, apalagi sampai terjerumus dalam masalah semacam ini. Benar-benar memalukan sih.
Dari sini pula aku mengerti,untuk keluar dari suatu masalah, kita harus menenangkn diri pula. Jangan sampai mengambil tindakan yang akan membuat penyesalan. Tenang-tenang-tenang. Ya, kebanyakan manusia memang susah sih menenangkan dirinya sendiri. Tapi berusahalah mengambil keputusan dalam ketenangan. Bukan dengan emosi dan ego yang malah membuat kita lupa diri.
Dari sini juga aku memahami bahwa dalam meminta pertolongan, kita harus berpikir jernih. Jangan sampai seperti "peminta-minta" yang berharap dikasihani. Ingat, jangan merendahkan diri. Tetaplah pada derajat asalmu. Jangan sampai berucap salah dan malah mengumbar air sendiri. Kecuali dengan orang yang benar-benar kau percaya bisa menjaga aibmu itu.
Cukuplah merendah dan menjadi peminta-minta kepada Yang Maha Kuasa. Karena sesungguhnya kita bisa mendapat sebuah pertolong itu tanpa menjadi peminta-minta yang mengemis pada manusia, dan tanpa harus pula mengumbar aib sendiri. Cukup dengan mengucapkan sedikit masalah yang sedang kau hadapi, bukan dengan membuka semua aib itu. Tapi bukan berarti harus berbohong juga, yak! Percayalah, Allah akan mengirim bantuan dari manapun.
Duh, iya. Mon maap nih jadi curhat. Tapi semoga bisa diambil hikmahnya.
Dan Semoga Allah selalu melindungi kita dari berbagai masalah!
Aamiin.....................
No comments
Terima kasih atas kunjungannya.
Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya..
Tiada kesan tanpa komentar yang kau tinggalkan. ^,^